Hinca Pandjaitan Minta Pasal tentang Rekayasa Kasus Dimasukkan dalam RKUHP

12-11-2022 / KOMISI III
Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan saat Rapat Kerja Komisi III DPR RI bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Foto: Arief/nr

 

 

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan meminta pasal tentang Rekayasa kasus dimasukkan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasal ini dimaksudkan untuk mengontrol kekuasaan besar yang dimiliki aparat agar tidak disalahgunakan.

 

“Fenomena ini kan masih dan sering terjadi, bisa dilihat dengan mata telanjang. Tentu kita masih memiliki banyak kesempatan untuk menghentikan praktik seperti ini. Formula hukumnya kita bahas nanti, 21 dan 22 November,” kata Hinca saat Rapat Kerja Komisi III DPR RI bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), di Ruang Rapat Komisi III, Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Rabu (9/11/2022).

 

Menurut Hinca, banyaknya manipulasi kasus tidak akan cukup dihentikan dengan hanya dikritisi oleh masyarakat melalui media. Pada akhirnya, dibutuhkan instrumen hukum memadai untuk mencegahnya dan memberi sanksi tegas pada pelaku rekayasa.

 

Hinca mencontohkan, manipulasi jumlah kerugian dalam kasus pencurian sering terjadi. Nominal dalam pencurian akan menentukan jenis pidana yang akan dijatuhkan, yakni tindak pidana ringan ataupun tindak pidana biasa. ‘’Kita tidak bisa membiarkan praktik ketidakadilan semacam ini,’’ kata Politisi Partai Demokrat ini.

 

Hinca juga memberi contoh lain, terkait penangkapan pengguna narkoba. Kabar bahwa petugas menjebak seseorang dalam kepemilikan narkoba demi mengejar target, menurutnya, sudah sering terdengar di masyarakat. Ditambahkannya, Sstidaknya, ada enam pasal ketentuan pidana narkotika dalam naskah RKUHP, yaitu versi revisi 9 November 2022 yang tumpang tindih dengan revisi RUU Narkotika.

 

‘’Karena itu, pada bagian kelima terkait tindak pidana narkotika, yaitu Pasal 611 sampai Pasal 616, misalnya, perlu disinkronkan dan diputuskan agar masuk ke dalam RKUHP atau RUU Narkotika,’’ katanya.

 

Soal substansinya, Hinca berpandangan perlu difokuskan agar pemidanaan hanya dapat diberikan kepada bandar. Sementara pemakai adalah korban yang seharusnya direhabilitasi.

 

“Si bandar adalah orang yang mengambil kekayaan luar biasa sistematis, melanggar hukum dan mengorbankan umat manusia, inilah yang harus dipidana. Sebaliknya, masyarakat yang merupakan pemakai adalah korban yang harusnya diobati, bukan dipidana,” tutupnya. (we/rdn)

BERITA TERKAIT
Legislator Nilai Penegakan Hukum Meningkat, Dorong Transparansi & Perlindungan Masyarakat
15-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI, Bimantoro Wiyono, menilai penegakan hukum di tanah air telah menunjukkan perkembangan signifikan,...
Vonis Mati Kompol Satria dalam Kasus Narkoba Momentum Reformasi di Internal POLRI
14-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez menilai putusan vonis mati terhadap mantan Kasatreskrim Polresta Barelang, Kompol Satria...
Anggota Komisi III: Jangan Hilangkan Kesakralan HUT RI karena Polemik Bendera One Piece
07-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, meminta semua pihak untuk mengedepankan paradigma konstruktif dalam menyikapi polemik pengibaran...
Libatkan Tim Ahli Independen dan Akuntabel dalam Audit Bukti Kasus Kematian Diplomat Muda
05-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez mendorong agar ada audit forensik digital terhadap seluruh bukti CCTV...